BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kurikulum
sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam
seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di
dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam
penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa memahami konsep dasar dari
kurikulum.
Dengan
diterapkannya kebijakan pemerintah (Depdiknas) yaitu pengembangan kurikulum
operasional dilakukan oleh setiap satuan pendidikan dengan program Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), maka seluruh jajaran di setiap satuan
pendidikan harus memiliki pemahaman yang luas dan mendalam tentang konsep dasar
kurikulum, dan secara operasional harus dijadikan rujukan dalam
mengimplementasikan kurikulum di setiap satuan pendidikan yang dikelolanya.
Pada
dasarnya kurikulum merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen.
Komponen-komponen kurikulum suatu lembaga pendidikan dapat diidentifikasi
dengan cara mengkaji suatu kurikulum lembaga pendidikan itu. Dari buku tersebut
kita dapat mengetahui pengertian dan dimensi kurikulum serta fungsi dan peranan
suatu komponen kurikulum terhadap komponen kurikulum yang lain.
Kurikulum
berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan di sekolah bagi
pihak-pihak yang terkait, baim secara langsung maupun tidak langsung, seperti
pihak guru, keppala sekolah, pengawas, orangtua, masyarakat dan pihak siswa itu
sendiri. Selain sebagai pedoman, bagi siswa kurikulum memiliki enam fungsi,
yaitu: fungsi penyesuaian, fungsi pengintegrasian, fungsi diferensiasi, fungsi
persiapan, fungsi pemilihan, dan fungsi diagnostik.
Mengingat
pentingnya pemahaman menyeluruh konsep dasar dari kurikulum ini, maka penulis
tergerak untuk menyusunnya menjadi sebuah makalah yang khusus mengungkap
mengenai hal tersebut. Kiranya kehadiran makalah ini dapat sedikit membuka
wawasan para pembaca semua.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, maka rumasan
masalahnya adalah sebagai berikut :
1.
Apa pengertian kurikulum ?
2.
Apa fungsi kurikulum ?
3.
Asas-asas dalam pengembangan kurikulum ?
4.
Prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum ?
5.
Apa peranan kurikulum terhadap kegiatan belajar
mengajar ?
C.
Tujuan
Masalah
Berdasarkan rumusan di
atas, maka tujuannya adalah sebagai berikut :
1.
Untuk memahami pengertian kurikulum
2.
Untuk memahami fungsi kurikulum
3.
Untuk memahami asas-asas dalam pengembangan
kurikulum
4.
Untuk memahami prinsip-prinsip dalam
pengembangan kurikulum
5.
Untuk memahami peranan kurikulum terhadap
kegiatan belajar mengajar
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kurikulum
Secara etimologi
kurikulum memiliki asal usul kata dari “Kurikulum, curese,
currerre ( jumlah yang ditempuh )” Dalam
bahasa Yunani berarti : Berlari cepat, Tergesa-gesa, Menjalani. Pengertian
kurikulum dalam arti luas adalah kegiatan belajar-mengajar yang mencakup di dalam maupun di
luar kelas. Sedangkan Pengertian kurikulum dalam arti sempit yaitu kegiatan belajar-mengajar
yang hanya ada di dalam kelas saja.
Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Jadi, kurikulum bukan hanya dokumen yang
berisi tujuan dan garis bersar program pengajaran akan tetapi akan berarti
setelah diterjamahkan secara relevan dalam bentuk proses belajar mengajar
sebagai bentuk operasional sistem kurikulum.
B.
Fungsi
Kurikulum
Apa sebenarnya fungsi kurikulum
bagi guru, siswa, kepala sekolah/ pengawas, orang tua, dan masyarakat? Pada
dasarnya kurikulum berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru, kurikulum
berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bagi kepala
sekolah dan pengawas, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan
supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua,kurikulum berfungsi sebagai pedoman
dalam membinbing anaknya belajar di rumah. Bagi masyarakat, kurikulum berfungsi
sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses
pendidikan di sekolah. Sedangkan bagi siswa, kuriklum berfungsi sebagai suatu
pedoman belajar.
Berkaitan dengan fungsi
kurikulum bagi siswa sebagai subjek didik, terdapat enam fungsi kurikulum,
yaitu :
1.
Fungsi Penyesuaian
Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai
alat pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well
adjusted yang mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan
fisik maupun lingkungan social. Lingkungan itu sendiri senantiasa mengalami
perubahan dan bersifat dinamis. Oleh karena itu, siswa pun harus memiliki
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di
lingkungannya.
2.
Fungsi Integrasi
Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai
alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada
dasarnya merupakan anggota dan bagian integral dari masyarakat. Oleh karena
itu, siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan
berintegrasi dengan masyarakatnya.
3.
Fungsi Diferensiasi
Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai
alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu
siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis
yang harus dihargai dan dilayani dengan baik.
4.
Fungsi Persiapan
Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai
alat pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke
jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu, kurikulum juga diharapkan dapat mempersiapkan
siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat seandainya sesuatu hal, tidak dapat
melanjutkan pendidikannya.
5.
Fungsi Pemilihan
Fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai
alat pendidikan harus mampu membarikan kesempatan kepada siswa untuk memilih
program-program belajar yang sesuai dengan kemapuan dan minatnya. Fungsi
pemilihan ini sangat erat hubungannya dengan fungsi diferensiasi, karena
pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti pula diberinya
kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan
kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun
secara lebih luas dan bersifat fleksibel.
6.
Fungsi Diagnostik
Fungsi diagnostic mengandung makna bahwa kurikulum sebagai
alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami
dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya. Apabila siswa
sudah mampu memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada
dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengambangkan sendiri kekuatan yang
dimilikinya atau memperbaiki kelemahan-kelemahannya.
C.
Asas-asas
dalam Pengembangan Kurikulum
Adapun
asas-asas yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum adalah sebagai
berikut :
1. Asas
Filosofi
Azas filosofi merupakan azas yang
berkaitan dengan pandangan ke depan “What man can become?”akan menjadi apa
seseorang di masa depan. Pengembangan kurikulum harus melihat ke depan, akan
dijadikan seperti apa anak-anak kelak, sehingga dalam langkah pengembangan kurikulum
lebih terarah dan dapat mencapai tujuan seperti yang telah dirumuskan. Azas ini
tentunya memperhatikan bagaimana perkembangan yang terjadi di masyarakat secara
global sehingga lulusan yang
dihasilakan dapat diterima oleh masyarakat sebagai pengguna output. Rendahnya moralitas sekarang ini
merupakan satu contoh kegagalan kurikulum yang diterapkan, karena kurangnya
perhatian terhadap aspek moral yang dikembangkan masih berorientasi pada
pencapaian hasil belajar semata yaitu nilai ujian yang tinggi.
2. Asas
Sosiologi
Asas sosiologi berkaitan dengan
nilai-nilai yang ada di lingkungan masyarakat sekitar, karena sekolah merupakan
bagian dari masyarakat sehingga dalam pengembangan kurikulumnya harus
memperhatikan nilai-nilai yang ada di masyarakat secara luas. Dari hasil dan
proses pendidikan formal akan dihasilakan output yang sadar dan paham akan
nilai-nilai yang ada di masyarakat sehingga nantinya dapat menjadi “ agent of social change (agen perubah
nilai-nilai sosial tentunya ke arah yang lebih baik)” dan “conservation of value (mengkonservasi nilai-nilai menuju pada suatu
tatanan masyarakat sosial yang harmonis dan lebih baik)”.
3. Asas
Psikologi
Bahwa dalam pengembangan kurikulu
harus memperhatikan aspek perkembangan peserta didik yaitu psikis, fisik, dan
belajar peserta didik sehingga benar-benar akan dapat menjadikan peserta didik
berkembang secara optimal sesuai dengan bakat dan minat. Hal ini berkaitan
dengan “how to teach” bagaimana guru
mengajar berkaiatan dengan rancangan pembelajaran yang disusun, metode, dan
media pembelajaran agar sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik.
4. Asas Organisatoris
Asas organisatoris mengacu pada
organisasi kurikulum.
5.
Asas Yuridis
Bahwa dalam Negara hukum untuk dapat
melaksanakan kurikulum perlu adanya payung hukum sebagai asas legalitas dan
keabsahan kurikulum. Contoh UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003.
D.
Prinsip-prinsip
dalam Pengembangan Kurikulum
Adapun
asas-asas yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum adalah sebagai
berikut :
1.
Prinsip Relevansi
Prinsip relevansi adalah kedekatan hubungan. Apabila
dikaitkan denganpendidikan dengan masyarakat maka harus memilki keterkaitan
yang erat sehingga hasil pendidikan yang diperoleh akan berguna bagi kehidupan
peserta didik di masyarakat. Prinsip relevansi menurut Soetopo dan Soemanto adalah
sebagai berikut :
a.
Pertama
: Relevansi pendidikan dengan lingkungan anak didik. Hal ini berkaitan dengan
isi tau muatan kurikulum seperti bahan pengajaran hendaknya disesuaikan dengan
kehidupan anak didik.
b.
Kedua
: Relevansi pendidikan dengan kehidupan yang akan dating. Materi atau bahan
yang diajarkan akan bermanfaat bagi kehidupan anak didik di masa yang akan
datang.
c.
Ketiga
: Relevansi dunia pendidikan dengan dunia kerja. Kurilukum diakitkan dengan
dunia kerja.
d.
Keempat
: Relevansi pendidikan dengan ilmu pengetahuan. Kurikulum mampu memberikan
peluang dan kesmpatan kepada anak didik untuk dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
2.
Prinsip Fleksibilitas
Artinya bahwa kurikulum yang dikembangkan harus memilki
ruang gerak yang memberikan kebebasan dalam bertindak. Dalam hal ini berkaitan
dengan fleksibilitas dalam memilih program pendidikan dan fleksibilitas dalam
pengembangan program pembelajaran.
3.
Prinsip Efisiensi
Prinsip efisiensi terkait dengan usaha, biaya, waktu, dan
tenaga yang digunakan dalam proses pembelajaran dapat membuahkan proses dan
hasil belajar yang optimal. Jadi dalam pengembangan kurikulum harus efisien,
sehingga seperti yang terjadi di pendidikan kita dengan berubah-ubahnya
kurikulum malah justru semakin membingungkan pelaksana pendidikan yaitu guru.
4.
Prinsip efektivitas
Prinsip efektivitas adalah sejauh mana perencanaan kurikulum
dapat dicapai sesuai dengan keinginan yang telah ditentukan. Efektivitas
kurikulum berkaitan dengan proses mengajar pendidik, dan proses belajar peserta
didik.
5.
Prinsip Kesinambungan
Prinsip kesinambungan dalam pengembangan kurikulum
menunjukkan adanya keterkaitan antara tingkat pendidikan, jenis dan program
pendidikan, serta bidang studi. Pertama kesinambungan di antara berbagai
tingkat sekolah yang menyangkut bahan pelajaran yang diperlukan untuk belajar
lebih lanjut pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi sudah diajarkan pada
tingkat pendidikan sebelumnya, dan bahan pelajaran yang sudah diajarkan pada
tingkat yang lebih rendah tidak diajarkan lagi pada tingkat yang lebih tinggi,
sehingga tidak terjadi tumpang tindih bahan pelajaran. Kedua, kesinambungan
diantara berbagai bidang studi yang berkaitan dengan hubungan antara bidang
studi yang satu dengan yang lain.
6.
Prinsip berorientasi tujuan
Bahwa
langkah awal sebelum memilih dan mengembangkan komponen-komponen kurikulum
aialah menetapkan tujuan. Kemudian komponen kurikulum lainnya dipilih dan
dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan tersebut.
E.
Peranan
Kurikulum
Kurikulum
dalam pendidikan formal d sekolah/madrasah memiliki peranan yang sangat
strategis dan menentukan pencapaian tujuan pendidikan. Apabila drinci secara
lebih mendetal terdapat tiga peranan yang dinilai sangat penting, yatu peranan knservatif,
peranan kreatif dan peranan kritis/evaluatif (Oemar Hamalik, 1990).
1.
Peranan Konservatif
Bahwa
kurikulum dapat dijadikan sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai-nilai
warsan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada
generasi muda, dalam hal ini para siswa. Peranan konservatif ini pada
hakikatnya menempatkan kurikulum yang berorientasi ke masa lampau. Peranan ini
sifatnya menjadi sangat mendasar, disesuaikan dengan kenyataan bahwa pendidikan
[ada hakikatnya merupakan proses social. Salah satu tugas pendidikan yaitu
memengaruhi dan membina perilaku siswa sesuai dengan nilai-nilai social yang
hidup dilingkungan masyarakatnya.
2.
Peranan Kreatif
Bahwa
kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan perkembangan
yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan masa
mendatang. Kurikulum harus mengandung hal-hal yang dapat membantu setiap siswa
mengembangkan semua potensi yang ada pada dirinya untuk memperoleh
pengetahuan-pengetahuan baru, kemampuan-kemampuan baru, serta cara berfikir
baru yang dibutuhkan dalam kehidupannya.
3.
Peranan Kritis dan Evaluatif
Bahwa
nilai-nilai dan budaya yang hidup masyarakat senantiasa mengalami
perubahan,sehingga pewarisan nilai-nilai
dan budaya masa lalu kepada siswa perlu disesuaikan dengan kondisi yang terjadi
pada masa sekarang. Selain itu, perkembangan yang terjadi pada masa sekarang
dan masa mendatang belum tentu sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu,
peranan kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan budaya yang ada atau
menerapkan hasil perkembangan baru yang terjadi, melainkan juga memiliki
peranan untuk menilai dan memilih nilai dan budaya serta pengetahuan baru yang
akan diwariskan tersebut. Dalam hal ini, kurikulum harus turut aktif berpartisipasi dalam control atau
filter social. Nilai-nilai social yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dan
tuntutan masa kini dihilangkan dan diadakan modifikasi atau
penyempurnaan-penyempurnaan.
Ketiga
peranan kurikulum diatas tentu saja harus berjalan secara seimbang dan harmonis
agar dapat memenuhi tuntutan keadaan. Jika tidak, akan terjadi
ketimpangan-ketimpangan yang menyebabkan peranan kurikulum persekolahan menjadi
tidak optimal. Menyelaraskan ketiga peranan kurikulum tersebut menjad tanggung
jawab semua pihak yang terkait dalam proses pendidikan, diantaranya guru,
kepala sekolah, pengawas, orang tua, siswa, dan masyarakat. Denegan demikian,
pihak-pihak yang terkait idealnya dapat memahami tujuan dan isi dari kurikulum
yang diterapkan sesuai dengan bidang tugas msing-masin
BAB III
KONSTRIBUSI
A.
Kajian
Secara Teori
Teori
kurikulum adalah suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap
kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan
antara unsure-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan/penggunaan
dan evaluasi kurikulum.
Perkembangan teori kurikulum tidak dapat dilepaskan dari sejarah
perkembangannya. Perkembangan kurikulum telah dimulai pada tahun 1890 dengan
tulisan Charles dan McMurry, tetapi secara definitif berawal pada hasil karya
Franklin Babbit tahun 1918. Bobbit Bering dipandang sebagai ahli kurikulum yang
pertama, is perintis pengembangan praktik kurikulum. Bobbit adalah orang
pertama yang mengadakan analisis kecakapan atau pekerjaan sebagai cara
penentuan keputusan dalam penyusunan kurikulum. Dia jugalah yang menggunakan
pendekatan ilmiah dalam mengidentifikasi kecakapan pekerjaan dan kehidupan
orang dewasa sebagai dasar pengembangan kurikulum.
Menurut Bobbit, inti teori kurikulum itu sederhana, yaitu kehidupan
manusia. Kehidupan manusia meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama, terbentuk
oleh sejumah kecakapan pekerjaan. pendidikan berupaya mempersiapkan
kecakapan-kecakapan tersebut dengan teliti dan sempurna. Kecakapan-kecakapan
yang harus dikuasai untuk dapat terjun dalam kehidupan sangat bermacam-macam,
bergantung pada tingkatannya maupun jenis lingkungan. Setiap tingkatan dan
lingkungan kehidupan menuntut penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap,
kebiasaan, apresiasi tertentu. Hal-hal itu merupakan tujuan kurikulum. Untuk
mencapai hal-hal itu ada serentetan pengalaman yang harus dikuasai anak.
Seluruh tujuan beserta pengalaman-pengalaman tersebut itulah yang menjadi bahan
kajian teori kurikulum.
Werrett W. Charlters (1923) setuju dengan konsep Bobbit tentang
analisis kecakapan/pekerjaan sebagai dasar penyusunan kurikulum. Charters
lebih menekankan pada pendidikan vokasional. Ada dua hal yang sama dari teori
kurikulum, teori Bobbit dan Charters. Pertama, keduanya setuju atas
penggunaan teknik ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah kurikulum. Dalam hal
ini mereka dipengaruhi oleh gerakan ilmiah dalam pendidikan yang dipelopori
oleh E.L. Thorndike, Charles Judd, dan lain-lain. Kedua, keduanya
bertolak pada asumsi bahwa sekolah berfungsi mempersiapkan anak bagi kehidupan
sebagai orang dewasa. Untuk mencapai hal tersebut, perlu analisis tentang
tugas-tugas dan tuntutan dalam kurikulum disusun keterampilan, pengetahuan,
sikap, nilai, dan lain-lain yang diperlukan untuk dapat berpartisipasi dalam
kehidupan orang dewasa. Bertolak pada hal-hal tersebut mereka menyusun
kurikulum secara lengkap dalam bentuk yang sistematis.
Mulai tahun 1920, karena pengaruh pendidikan progresif, berkembang gerakan
pendidikan yang berpusat pada anak (child centered). Teori kurikulum
berubah dari yang menekankan pada organisasi isi yang diarahkan pada kehidupan
sebagai orang dewasa (Bobbit dan Charters) kepada kehidupan psikologis anak
pada saat ini. Anak menjadi pusat perhatian pendidikan. Isi kurikulum harus
didasarkan atas minat dan kebutuhan siswa. pendidikan menekankan kepada
aktivitas siswa, siswa belajar melalui pengalaman. Penyusunan kurikulum harus
melibatkan siswa.
Perkembangan teori kurikulum selanjutnya dibawakan oleh Hollis Caswell. Dalam
peranannya sebagai ketua divisi pengembang kurikulum di beberapa negara bagian
di Amerika Serikat (Tennessee, Alabama, Florida, Virginia), is mengembangkan
konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau pekerjaan (society
centered) maka Caswell mengembangkan kurikulum yang bersifat interaktif.
Dalam pengembangan kurikulumnya, Caswell menekankan pada partisipasi guru-guru,
berpartisipasi dalam menentukan kurikulum, menentukan struktur organisasi dari
penyusunan kurikulum, dalam merumuskan pengertian kurikulum, merumuskan tujuan,
memilih isi, menentukan kegiatan belajar, desain kurikulum, menilai hasil, dan
sebagainya.
Pada tahun 1947 di Univeristas Chicago berlangsung diskusi besar pertama
tentang teori kurikulum. Sebagai hasil diskusi tersebut dirumuskan tiga tugas
utama teori kurikulum:
1.
Mengidentifikasi masalah-masalah
penting yang muncul dalam pengembangan kurikulum dan konsep-konsep yang
mendasarinya,
2.
Menentukan hubungan antara
masalah-masalah tersebut dengan struktur yang mendukungnya,
3.
Mencari atau meramalkan
pendekatan-pendekatan pada masa yang akan datang untuk memecahkan masalah
tersebut.
B.
Kajian
Secara Praktis
Pada
dasarnya, perencanaan kurikulum merupakan hasil kebijakan publik. Prioritas
nasional untuk mengembangkan pencapaian ilmu pengetahuan dan teknologi,
perluasan persamaan kesempatan, dan pendidikan tenaga kerja yang mampu bersaing
dalam ekonomi global menghasilkan perubahan yang penting kurikulum
persekolahan.
Perencanaan
kurikulum merupakan suatu perhatian publik yang penting. Ia juga merupakan
tanggungjawab profesional yang besar. Sebagian besar keputusan yang berkaitan
dengan pedoman kurikulum, pemilihan buku-buku teks, dan keputusan harian
mengenai pembelajaran dan materinya dibuat oleh para guru. Perencanaan
kurikulum benar-benar merupakan serangkaian pembuatan penilaian profesional dan
kebijakan publik.
Apa
yang dimaksud dengan praksis?
Pendidikan adalah suatu aktivitas praktik; setiap guru harus membuat keputusan menganai materi dan proses pengajaran bagi pesesrta didiknya dalam kurun waktu dan tempat tertentu. Orang Yunani kuno memberikan hasil analisis yang bermanfaat untuk menerangkan aktivitas praktik. Mereka membedakan dua bentuk aktivitas praktik: poiesis dan praxis. Poiesis berarti produksi suatu anggapan atau definisi yang memberikan aturan atau acuan tertentu untuk menyelesaikan tugas tertentu. Poiesis kadang-kadang diartikan sebagai petunjuk teknis. Praxis adalah suatu aktivitas yang mencoba mewujudkan kesejahteraan manusia dan di dalamnya terkandung pengertian perkembangan yang progresif atas pemahaman tujuan yang sedang disasar yang timbul dalam kegiatan itu sendiri. Kritik dan refleksi diri merupakan bagian tak terpisahkan dari praxis. Carr dan Kemmis menyebutkan praxis sebagai tindakan yang ditetapkan dan direncanakan, :praxis bersumber dari komitmen para praktisi untuk berlaku bijak dan jelas dalam keadaan yang praktis, nyata, dan historis.
Pendidikan adalah suatu aktivitas praktik; setiap guru harus membuat keputusan menganai materi dan proses pengajaran bagi pesesrta didiknya dalam kurun waktu dan tempat tertentu. Orang Yunani kuno memberikan hasil analisis yang bermanfaat untuk menerangkan aktivitas praktik. Mereka membedakan dua bentuk aktivitas praktik: poiesis dan praxis. Poiesis berarti produksi suatu anggapan atau definisi yang memberikan aturan atau acuan tertentu untuk menyelesaikan tugas tertentu. Poiesis kadang-kadang diartikan sebagai petunjuk teknis. Praxis adalah suatu aktivitas yang mencoba mewujudkan kesejahteraan manusia dan di dalamnya terkandung pengertian perkembangan yang progresif atas pemahaman tujuan yang sedang disasar yang timbul dalam kegiatan itu sendiri. Kritik dan refleksi diri merupakan bagian tak terpisahkan dari praxis. Carr dan Kemmis menyebutkan praxis sebagai tindakan yang ditetapkan dan direncanakan, :praxis bersumber dari komitmen para praktisi untuk berlaku bijak dan jelas dalam keadaan yang praktis, nyata, dan historis.
Dalam
pelaksanaan kurikulum sebagai praxis, elemen praxis yang perlu diperhatikan
adalah: (1) ideologi yaitu seperangkat keyakinan, norma-norma, dan
pemikiran-pemikiran yang menyediakan kerangka yang digunakan untuk membuat
penjelasan tentang dunia ini, (2) wacana adalah apa yang dikatakan dan ditulis
tentang suatu topik tertentu, dan (3) tindakan adalah pelaksanaan dari apa yang
sudah dipikirkan dan direncanakan.
Mengapa
menetapkan kurikulum sebagai praxis? Pernyataan bahwa kurikulum sebagai praxis memiliki
titik berat pada beberapa aspek kurikulum. Pertama, ia menekankan bahwa
kurikulum merupakan aktivitas praktik yang dilaksanakan pada kurun waktu dan
tempat tertentu dan dengan demikian menempatkan perhatian pada dampak kondisi
sosial dan historis terhadap keputusan kurikuler. Kedua, defisni tersebut
menunjukkan bahwa teori dan praktik merupakan dua hal yang tidak terpisahkan
dan saling berhubungan. Kurikulum dikembangkan lewat interaksi yang dinamis
antara tindakan dan refleksi. Dengan demikian, kurikulum bukan hanya
seperangkat rencana yang harus diimplementasikan, tetapi juga dihasilkan lewat
proses secara aktif yang meliputi proses perencanaan, pelaksanaan, dan
pengevaluasian secara resiporkal dan terpadu. Bagi para guru, definisi
kurikulum sebagai praxis menitikberatkan pada kebutuhan untuk melakukan
pengujian secara berkelanjutan dan perbaikan keyakinan, tujuan dan prosedur
pelaksanaannya.
Teori-teori
dan model kurikulum merupakan bagian dari wacana yang membantu pembentukan
praktik kurikuler. Setiap teori kurikulum berdasarkan atas seperangkat asumsi
tertentu mengenai masyarakat, manusia, dan pendidikan. Teori kurikulum akan
menjadi operasional lewat pemilihan atau pengembangan kerangka berpikir. Model
kurikulum merupakan pola umum untuk membentuk atau menciptakan rencana program
untuk jenjang pendidikan tertentu; model tersebut berkaitan dengan kerangka
konseptual dan harus sesuai dengan teori yang mendasari kerangka tersebut.
Para
ahli pendidikan jasmani mempelajari teori kurikulum dalam rangka
mengklarifikasi falsafah pendidikan seseorang, mengembangkan perspektif baru,
dan meningkatkan keterampilan praktis dalam pengembangan kurikulum. Sifat dan
kualitas program pendidikan jasmani masa yang akan datang akan tergantung
kepada perkembangan sosial, ekonomi, dan politik dan tergantung kepada komitmen
dan upaya pelaksanakaan tanggungjawab profesional untuk pembuatan keputusan
kurikuler masa datang.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Jadi, kurikulum bukan hanya dokumen yang
berisi tujuan dan garis bersar program pengajaran akan tetapi akan berarti
setelah diterjamahkan secara relevan dalam bentuk proses belajar mengajar
sebagai bentuk operasional sistem kurikulum.
Pada dasarnya kurikulum
berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru, kurikulum berfungsi sebagai
pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bagi kepala sekolah dan
pengawas, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi atau
pengawasan. Bagi orang tua,kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam membinbing
anaknya belajar di rumah. Bagi masyarakat, kurikulum berfungsi sebagai pedoman
untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah.
Sedangkan bagi siswa, kuriklum berfungsi sebagai suatu pedoman belajar.
Kurikulum
dalam pendidikan formal d sekolah/madrasah memiliki peranan yang sangat
strategis dan menentukan pencapaian tujuan pendidikan. Apabila drinci secara
lebih mendetal terdapat tiga peranan yang dinilai sangat penting, yatu peranan
knservatif, peranan kreatif dan peranan kritis/evaluatif (Oemar Hamalik, 1990).
1.
Peranan Konservatif
Bahwa
kurikulum dapat dijadikan sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai-nilai
warsan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada
generasi muda, dalam hal ini para siswa. Peranan konservatif ini pada hakikatnya
menempatkan kurikulum yang berorientasi ke masa lampau. Peranan ini sifatnya
menjadi sangat mendasar, disesuaikan dengan kenyataan bahwa pendidikan [ada
hakikatnya merupakan proses social. Salah satu tugas pendidikan yaitu
memengaruhi dan membina perilaku siswa sesuai dengan nilai-nilai social yang
hidup dilingkungan masyarakatnya.
2.
Peranan Kreatif
Bahwa
kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan
perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada masa sekarang
dan masa mendatang. Kurikulum harus mengandung hal-hal yang dapat membantu
setiap siswa mengembangkan semua potensi yang ada pada dirinya untuk memperoleh
pengetahuan-pengetahuan baru, kemampuan-kemampuan baru, serta cara berfikir
baru yang dibutuhkan dalam kehidupannya.
3.
Peranan Kritis dan Evaluatif
Bahwa
nilai-nilai dan budaya yang hidup masyarakat senantiasa mengalami
perubahan,sehingga pewarisan nilai-nilai
dan budaya masa lalu kepada siswa perlu disesuaikan dengan kondisi yang terjadi
pada masa sekarang. Selain itu, perkembangan yang terjadi pada masa sekarang
dan masa mendatang belum tentu sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu,
peranan kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan budaya yang ada atau
menerapkan hasil perkembangan baru yang terjadi, melainkan juga memiliki
peranan untuk menilai dan memilih nilai dan budaya serta pengetahuan baru yang
akan diwariskan tersebut. Dalam hal ini, kurikulum harus turut aktif berpartisipasi dalam control atau
filter social. Nilai-nilai social yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dan
tuntutan masa kini dihilangkan dan diadakan modifikasi atau
penyempurnaan-penyempurnaan.
B.
Saran
Saran yang di sampaikan penulis agar dengan membaca makalah ini disarankan
pada pembaca agar mengetahui tentang pentingnyan kurikulum dalam sistem
pembelajaran di sekolah. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pengembang
MKOP Kurikulum dan Pembelajaran, 2006. “Kurikulum dan Pembelajaran”. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
0 komentar:
Posting Komentar