Kamis, 25 April 2013

Makalah Pengembangan Kurikulum

Diposting oleh Unknown di 04.45

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa memahami konsep dasar dari kurikulum.
Dengan diterapkannya kebijakan pemerintah (Depdiknas) yaitu pengembangan kurikulum operasional dilakukan oleh setiap satuan pendidikan dengan program Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), maka seluruh jajaran di setiap satuan pendidikan harus memiliki pemahaman yang luas dan mendalam tentang konsep dasar kurikulum, dan secara operasional harus dijadikan rujukan dalam mengimplementasikan kurikulum di setiap satuan pendidikan yang dikelolanya.
Pada dasarnya kurikulum merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen. Komponen-komponen kurikulum suatu lembaga pendidikan dapat diidentifikasi dengan cara mengkaji suatu kurikulum lembaga pendidikan itu. Dari buku tersebut kita dapat mengetahui pengertian dan dimensi kurikulum serta fungsi dan peranan suatu komponen kurikulum terhadap komponen kurikulum yang lain.
Kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan di sekolah bagi pihak-pihak yang terkait, baim secara langsung maupun tidak langsung, seperti pihak guru, keppala sekolah, pengawas, orangtua, masyarakat dan pihak siswa itu sendiri. Selain sebagai pedoman, bagi siswa kurikulum memiliki enam fungsi, yaitu: fungsi penyesuaian, fungsi pengintegrasian, fungsi diferensiasi, fungsi persiapan, fungsi pemilihan, dan fungsi diagnostik.
Mengingat pentingnya pemahaman menyeluruh konsep dasar dari kurikulum ini, maka penulis tergerak untuk menyusunnya menjadi sebuah makalah yang khusus mengungkap mengenai hal tersebut. Kiranya kehadiran makalah ini dapat sedikit membuka wawasan para pembaca semua.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka  rumasan masalahnya adalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian kurikulum ?
2.      Apa fungsi kurikulum ?
3.      Asas-asas dalam pengembangan kurikulum ?
4.      Prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum ?
5.      Apa peranan kurikulum terhadap kegiatan belajar mengajar ?

C.      Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan di atas, maka tujuannya adalah sebagai berikut :
1.      Untuk memahami pengertian kurikulum
2.      Untuk memahami fungsi kurikulum
3.      Untuk memahami asas-asas dalam pengembangan kurikulum
4.      Untuk memahami prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum
5.      Untuk memahami peranan kurikulum terhadap kegiatan belajar mengajar

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Kurikulum
Secara etimologi kurikulum memiliki asal usul kata dari “Kurikulum, curese, currerre ( jumlah yang ditempuh ) Dalam bahasa Yunani berarti : Berlari cepat, Tergesa-gesa, Menjalani. Pengertian kurikulum dalam arti luas adalah kegiatan belajar-mengajar yang mencakup di dalam maupun di luar kelas. Sedangkan Pengertian kurikulum dalam arti sempit yaitu kegiatan belajar-mengajar yang hanya ada di dalam kelas saja.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Jadi, kurikulum bukan hanya dokumen yang berisi tujuan dan garis bersar program pengajaran akan tetapi akan berarti setelah diterjamahkan secara relevan dalam bentuk proses belajar mengajar sebagai bentuk operasional sistem kurikulum.
B.       Fungsi Kurikulum
Apa sebenarnya fungsi kurikulum bagi guru, siswa, kepala sekolah/ pengawas, orang tua, dan masyarakat? Pada dasarnya kurikulum berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bagi kepala sekolah dan pengawas, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua,kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam membinbing anaknya belajar di rumah. Bagi masyarakat, kurikulum berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Sedangkan bagi siswa, kuriklum berfungsi sebagai suatu pedoman belajar.
Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa sebagai subjek didik, terdapat enam fungsi kurikulum, yaitu :
1.      Fungsi Penyesuaian
Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted yang mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan social. Lingkungan itu sendiri senantiasa mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Oleh karena itu, siswa pun harus memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya.
2.      Fungsi Integrasi
Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya merupakan anggota dan bagian integral dari masyarakat. Oleh karena itu, siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan berintegrasi dengan masyarakatnya.
3.      Fungsi Diferensiasi
Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis yang harus dihargai dan dilayani dengan baik.
4.      Fungsi Persiapan
Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu, kurikulum juga diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat seandainya sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya.
5.      Fungsi Pemilihan
Fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membarikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program-program belajar yang sesuai dengan kemapuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini sangat erat hubungannya dengan fungsi diferensiasi, karena pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti pula diberinya kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun secara lebih luas dan bersifat fleksibel.
6.      Fungsi Diagnostik
Fungsi diagnostic mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya. Apabila siswa sudah mampu memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengambangkan sendiri kekuatan yang dimilikinya atau memperbaiki kelemahan-kelemahannya.
C.      Asas-asas dalam Pengembangan Kurikulum
Adapun asas-asas yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut :
1.      Asas Filosofi
Azas filosofi merupakan azas yang berkaitan dengan pandangan ke depan “What man can become?”akan menjadi apa seseorang di masa depan. Pengembangan kurikulum harus melihat ke depan, akan dijadikan seperti apa anak-anak kelak, sehingga dalam langkah pengembangan kurikulum lebih terarah dan dapat mencapai tujuan seperti yang telah dirumuskan. Azas ini tentunya memperhatikan bagaimana perkembangan yang terjadi di masyarakat secara global sehingga lulusan yang dihasilakan dapat diterima oleh masyarakat sebagai pengguna output. Rendahnya moralitas sekarang ini merupakan satu contoh kegagalan kurikulum yang diterapkan, karena kurangnya perhatian terhadap aspek moral yang dikembangkan masih berorientasi pada pencapaian hasil belajar semata yaitu nilai ujian yang tinggi.
2.      Asas Sosiologi
Asas sosiologi berkaitan dengan nilai-nilai yang ada di lingkungan masyarakat sekitar, karena sekolah merupakan bagian dari masyarakat sehingga dalam pengembangan kurikulumnya harus memperhatikan nilai-nilai yang ada di masyarakat secara luas. Dari hasil dan proses pendidikan formal akan dihasilakan output yang sadar dan paham akan nilai-nilai yang ada di masyarakat sehingga nantinya dapat menjadi “ agent of social change (agen perubah nilai-nilai sosial tentunya ke arah yang lebih baik)” dan “conservation of value (mengkonservasi nilai-nilai menuju pada suatu tatanan masyarakat sosial yang harmonis dan lebih baik)”.
3.      Asas Psikologi
Bahwa dalam pengembangan kurikulu harus memperhatikan aspek perkembangan peserta didik yaitu psikis, fisik, dan belajar peserta didik sehingga benar-benar akan dapat menjadikan peserta didik berkembang secara optimal sesuai dengan bakat dan minat. Hal ini berkaitan dengan “how to teach” bagaimana guru mengajar berkaiatan dengan rancangan pembelajaran yang disusun, metode, dan media pembelajaran agar sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik.
4.       Asas Organisatoris
Asas organisatoris mengacu pada organisasi kurikulum.
5.      Asas Yuridis
Bahwa dalam Negara hukum untuk dapat melaksanakan kurikulum perlu adanya payung hukum sebagai asas legalitas dan keabsahan kurikulum. Contoh UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003.

D.      Prinsip-prinsip dalam Pengembangan Kurikulum
Adapun asas-asas yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut :
1.      Prinsip Relevansi
Prinsip relevansi adalah kedekatan hubungan. Apabila dikaitkan denganpendidikan dengan masyarakat maka harus memilki keterkaitan yang erat sehingga hasil pendidikan yang diperoleh akan berguna bagi kehidupan peserta didik di masyarakat. Prinsip relevansi menurut Soetopo dan Soemanto adalah sebagai berikut :
a.       Pertama : Relevansi pendidikan dengan lingkungan anak didik. Hal ini berkaitan dengan isi tau muatan kurikulum seperti bahan pengajaran hendaknya disesuaikan dengan kehidupan anak didik.
b.      Kedua : Relevansi pendidikan dengan kehidupan yang akan dating. Materi atau bahan yang diajarkan akan bermanfaat bagi kehidupan anak didik di masa yang akan datang.
c.       Ketiga : Relevansi dunia pendidikan dengan dunia kerja. Kurilukum diakitkan dengan dunia kerja.
d.      Keempat : Relevansi pendidikan dengan ilmu pengetahuan. Kurikulum mampu memberikan peluang dan kesmpatan kepada anak didik untuk dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2.      Prinsip Fleksibilitas
Artinya bahwa kurikulum yang dikembangkan harus memilki ruang gerak yang memberikan kebebasan dalam bertindak. Dalam hal ini berkaitan dengan fleksibilitas dalam memilih program pendidikan dan fleksibilitas dalam pengembangan program pembelajaran.

3.      Prinsip Efisiensi
Prinsip efisiensi terkait dengan usaha, biaya, waktu, dan tenaga yang digunakan dalam proses pembelajaran dapat membuahkan proses dan hasil belajar yang optimal. Jadi dalam pengembangan kurikulum harus efisien, sehingga seperti yang terjadi di pendidikan kita dengan berubah-ubahnya kurikulum malah justru semakin membingungkan pelaksana pendidikan yaitu guru.
4.      Prinsip efektivitas
Prinsip efektivitas adalah sejauh mana perencanaan kurikulum dapat dicapai sesuai dengan keinginan yang telah ditentukan. Efektivitas kurikulum berkaitan dengan proses mengajar pendidik, dan proses belajar peserta didik.
5.      Prinsip Kesinambungan
Prinsip kesinambungan dalam pengembangan kurikulum menunjukkan adanya keterkaitan antara tingkat pendidikan, jenis dan program pendidikan, serta bidang studi. Pertama kesinambungan di antara berbagai tingkat sekolah yang menyangkut bahan pelajaran yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi sudah diajarkan pada tingkat pendidikan sebelumnya, dan bahan pelajaran yang sudah diajarkan pada tingkat yang lebih rendah tidak diajarkan lagi pada tingkat yang lebih tinggi, sehingga tidak terjadi tumpang tindih bahan pelajaran. Kedua, kesinambungan diantara berbagai bidang studi yang berkaitan dengan hubungan antara bidang studi yang satu dengan yang lain.
6.      Prinsip berorientasi tujuan
Bahwa langkah awal sebelum memilih dan mengembangkan komponen-komponen kurikulum aialah menetapkan tujuan. Kemudian komponen kurikulum lainnya dipilih dan dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan tersebut.

E.       Peranan Kurikulum
Kurikulum dalam pendidikan formal d sekolah/madrasah memiliki peranan yang sangat strategis dan menentukan pencapaian tujuan pendidikan. Apabila drinci secara lebih mendetal terdapat tiga peranan yang dinilai sangat penting, yatu peranan knservatif, peranan kreatif dan peranan kritis/evaluatif (Oemar Hamalik, 1990).
1.         Peranan Konservatif
Bahwa kurikulum dapat dijadikan sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai-nilai warsan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada generasi muda, dalam hal ini para siswa. Peranan konservatif ini pada hakikatnya menempatkan kurikulum yang berorientasi ke masa lampau. Peranan ini sifatnya menjadi sangat mendasar, disesuaikan dengan kenyataan bahwa pendidikan [ada hakikatnya merupakan proses social. Salah satu tugas pendidikan yaitu memengaruhi dan membina perilaku siswa sesuai dengan nilai-nilai social yang hidup dilingkungan masyarakatnya.
2.         Peranan Kreatif
Bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan masa mendatang. Kurikulum harus mengandung hal-hal yang dapat membantu setiap siswa mengembangkan semua potensi yang ada pada dirinya untuk memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru, kemampuan-kemampuan baru, serta cara berfikir baru yang dibutuhkan dalam kehidupannya.
3.         Peranan Kritis dan Evaluatif
Bahwa nilai-nilai dan budaya yang hidup masyarakat senantiasa mengalami perubahan,sehingga  pewarisan nilai-nilai dan budaya masa lalu kepada siswa perlu disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang. Selain itu, perkembangan yang terjadi pada masa sekarang dan masa mendatang belum tentu sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, peranan kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan budaya yang ada atau menerapkan hasil perkembangan baru yang terjadi, melainkan juga memiliki peranan untuk menilai dan memilih nilai dan budaya serta pengetahuan baru yang akan diwariskan tersebut. Dalam hal ini, kurikulum harus  turut aktif berpartisipasi dalam control atau filter social. Nilai-nilai social yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dan tuntutan masa kini dihilangkan dan diadakan modifikasi atau penyempurnaan-penyempurnaan.
Ketiga peranan kurikulum diatas tentu saja harus berjalan secara seimbang dan harmonis agar dapat memenuhi tuntutan keadaan. Jika tidak, akan terjadi ketimpangan-ketimpangan yang menyebabkan peranan kurikulum persekolahan menjadi tidak optimal. Menyelaraskan ketiga peranan kurikulum tersebut menjad tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam proses pendidikan, diantaranya guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, siswa, dan masyarakat. Denegan demikian, pihak-pihak yang terkait idealnya dapat memahami tujuan dan isi dari kurikulum yang diterapkan sesuai dengan bidang tugas msing-masin

BAB III
KONSTRIBUSI

A.      Kajian Secara Teori
Teori kurikulum adalah suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsure-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan/penggunaan dan evaluasi kurikulum.
Perkembangan teori kurikulum tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangannya. Perkembangan kurikulum telah dimulai pada tahun 1890 dengan tulisan Charles dan McMurry, tetapi secara definitif berawal pada hasil karya Franklin Babbit tahun 1918. Bobbit Bering dipandang sebagai ahli kurikulum yang pertama, is perintis pengembangan praktik kurikulum. Bobbit adalah orang pertama yang mengadakan analisis kecakapan atau pekerjaan sebagai cara penentuan keputusan dalam penyusunan kurikulum. Dia jugalah yang menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengidentifikasi kecakapan pekerjaan dan kehidupan orang dewasa sebagai dasar pengembangan kurikulum.
Menurut Bobbit, inti teori kurikulum itu sederhana, yaitu kehidupan manusia. Kehidupan manusia meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama, terbentuk oleh sejumah kecakapan pekerjaan. pendidikan berupaya mempersiapkan kecakapan-kecakapan tersebut dengan teliti dan sempurna. Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat terjun dalam kehidupan sangat bermacam-macam, bergantung pada tingkatannya maupun jenis lingkungan. Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi tertentu. Hal-hal itu merupakan tujuan kurikulum. Untuk mencapai hal-hal itu ada serentetan pengalaman yang harus dikuasai anak. Seluruh tujuan beserta pengalaman-pengalaman tersebut itulah yang menjadi bahan kajian teori kurikulum.
Werrett W. Charlters (1923) setuju dengan konsep Bobbit tentang analisis kecakapan/pekerjaan sebagai dasar penyusunan kurikulum. Char­ters lebih menekankan pada pendidikan vokasional. Ada dua hal yang sama dari teori kurikulum, teori Bobbit dan Charters. Pertama, keduanya setuju atas penggunaan teknik ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah kurikulum. Dalam hal ini mereka dipengaruhi oleh gerakan ilmiah dalam pendidikan yang dipelopori oleh E.L. Thorndike, Charles Judd, dan lain-lain. Kedua, keduanya bertolak pada asumsi bahwa sekolah berfungsi mempersiapkan anak bagi kehidupan sebagai orang dewasa. Untuk mencapai hal tersebut, perlu analisis tentang tugas-tugas dan tuntutan dalam kurikulum disusun keterampilan, pengeta­huan, sikap, nilai, dan lain-lain yang diperlukan untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan orang dewasa. Bertolak pada hal-hal tersebut mereka menyusun kurikulum secara lengkap dalam bentuk yang sistematis.
Mulai tahun 1920, karena pengaruh pendidikan progresif, berkembang gerakan pendidikan yang berpusat pada anak (child centered). Teori kuri­kulum berubah dari yang menekankan pada organisasi isi yang diarahkan pada kehidupan sebagai orang dewasa (Bobbit dan Charters) kepada kehidupan psikologis anak pada saat ini. Anak menjadi pusat perhatian pendidikan. Isi kurikulum harus didasarkan atas minat dan kebutuhan siswa. pendidikan menekankan kepada aktivitas siswa, siswa belajar melalui pengalaman. Penyusunan kurikulum harus melibatkan siswa.
Perkembangan teori kurikulum selanjutnya dibawakan oleh Hollis Caswell. Dalam peranannya sebagai ketua divisi pengembang kurikulum di beberapa negara bagian di Amerika Serikat (Tennessee, Alabama, Florida, Virginia), is mengembangkan konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau pekerjaan (society centered) maka Caswell mengembangkan kurikulum yang bersifat interaktif. Dalam pengembangan kurikulumnya, Caswell menekankan pada partisipasi guru-guru, berpartisipasi dalam menentukan kurikulum, menentukan struktur organisasi dari penyusunan kurikulum, dalam merumuskan pengertian kurikulum, merumuskan tujuan, memilih isi, menentukan kegiatan belajar, desain kurikulum, menilai hasil, dan sebagainya.
Pada tahun 1947 di Univeristas Chicago berlangsung diskusi besar pertama tentang teori kurikulum. Sebagai hasil diskusi tersebut dirumuskan tiga tugas utama teori kurikulum:
1.      Mengidentifikasi masalah-masalah penting yang muncul dalam pengembangan kurikulum dan konsep-konsep yang mendasarinya,
2.      Menentukan hubungan antara masalah-masalah tersebut dengan struktur yang mendukungnya,
3.      Mencari atau meramalkan pendekatan-pendekatan pada masa yang akan datang untuk memecahkan masalah tersebut.
B.       Kajian Secara Praktis
Pada dasarnya, perencanaan kurikulum merupakan hasil kebijakan publik. Prioritas nasional untuk mengembangkan pencapaian ilmu pengetahuan dan teknologi, perluasan persamaan kesempatan, dan pendidikan tenaga kerja yang mampu bersaing dalam ekonomi global menghasilkan perubahan yang penting kurikulum persekolahan.
Perencanaan kurikulum merupakan suatu perhatian publik yang penting. Ia juga merupakan tanggungjawab profesional yang besar. Sebagian besar keputusan yang berkaitan dengan pedoman kurikulum, pemilihan buku-buku teks, dan keputusan harian mengenai pembelajaran dan materinya dibuat oleh para guru. Perencanaan kurikulum benar-benar merupakan serangkaian pembuatan penilaian profesional dan kebijakan publik.
Apa yang dimaksud dengan praksis?
Pendidikan adalah suatu aktivitas praktik; setiap guru harus membuat keputusan menganai materi dan proses pengajaran bagi pesesrta didiknya dalam kurun waktu dan tempat tertentu. Orang Yunani kuno memberikan hasil analisis yang bermanfaat untuk menerangkan aktivitas praktik. Mereka membedakan dua bentuk aktivitas praktik: poiesis dan praxis. Poiesis berarti produksi suatu anggapan atau definisi yang memberikan aturan atau acuan tertentu untuk menyelesaikan tugas tertentu. Poiesis kadang-kadang diartikan sebagai petunjuk teknis. Praxis adalah suatu aktivitas yang mencoba mewujudkan kesejahteraan manusia dan di dalamnya terkandung pengertian perkembangan yang progresif atas pemahaman tujuan yang sedang disasar yang timbul dalam kegiatan itu sendiri. Kritik dan refleksi diri merupakan bagian tak terpisahkan dari praxis. Carr dan Kemmis menyebutkan praxis sebagai tindakan yang ditetapkan dan direncanakan, :praxis bersumber dari komitmen para praktisi untuk berlaku bijak dan jelas dalam keadaan yang praktis, nyata, dan historis.
Dalam pelaksanaan kurikulum sebagai praxis, elemen praxis yang perlu diperhatikan adalah: (1) ideologi yaitu seperangkat keyakinan, norma-norma, dan pemikiran-pemikiran yang menyediakan kerangka yang digunakan untuk membuat penjelasan tentang dunia ini, (2) wacana adalah apa yang dikatakan dan ditulis tentang suatu topik tertentu, dan (3) tindakan adalah pelaksanaan dari apa yang sudah dipikirkan dan direncanakan.
Mengapa menetapkan kurikulum sebagai praxis? Pernyataan bahwa kurikulum sebagai praxis memiliki titik berat pada beberapa aspek kurikulum. Pertama, ia menekankan bahwa kurikulum merupakan aktivitas praktik yang dilaksanakan pada kurun waktu dan tempat tertentu dan dengan demikian menempatkan perhatian pada dampak kondisi sosial dan historis terhadap keputusan kurikuler. Kedua, defisni tersebut menunjukkan bahwa teori dan praktik merupakan dua hal yang tidak terpisahkan dan saling berhubungan. Kurikulum dikembangkan lewat interaksi yang dinamis antara tindakan dan refleksi. Dengan demikian, kurikulum bukan hanya seperangkat rencana yang harus diimplementasikan, tetapi juga dihasilkan lewat proses secara aktif yang meliputi proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengevaluasian secara resiporkal dan terpadu. Bagi para guru, definisi kurikulum sebagai praxis menitikberatkan pada kebutuhan untuk melakukan pengujian secara berkelanjutan dan perbaikan keyakinan, tujuan dan prosedur pelaksanaannya.
Teori-teori dan model kurikulum merupakan bagian dari wacana yang membantu pembentukan praktik kurikuler. Setiap teori kurikulum berdasarkan atas seperangkat asumsi tertentu mengenai masyarakat, manusia, dan pendidikan. Teori kurikulum akan menjadi operasional lewat pemilihan atau pengembangan kerangka berpikir. Model kurikulum merupakan pola umum untuk membentuk atau menciptakan rencana program untuk jenjang pendidikan tertentu; model tersebut berkaitan dengan kerangka konseptual dan harus sesuai dengan teori yang mendasari kerangka tersebut.
Para ahli pendidikan jasmani mempelajari teori kurikulum dalam rangka mengklarifikasi falsafah pendidikan seseorang, mengembangkan perspektif baru, dan meningkatkan keterampilan praktis dalam pengembangan kurikulum. Sifat dan kualitas program pendidikan jasmani masa yang akan datang akan tergantung kepada perkembangan sosial, ekonomi, dan politik dan tergantung kepada komitmen dan upaya pelaksanakaan tanggungjawab profesional untuk pembuatan keputusan kurikuler masa datang.


BAB IV
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Jadi, kurikulum bukan hanya dokumen yang berisi tujuan dan garis bersar program pengajaran akan tetapi akan berarti setelah diterjamahkan secara relevan dalam bentuk proses belajar mengajar sebagai bentuk operasional sistem kurikulum.
Pada dasarnya kurikulum berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bagi kepala sekolah dan pengawas, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua,kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam membinbing anaknya belajar di rumah. Bagi masyarakat, kurikulum berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Sedangkan bagi siswa, kuriklum berfungsi sebagai suatu pedoman belajar.
Kurikulum dalam pendidikan formal d sekolah/madrasah memiliki peranan yang sangat strategis dan menentukan pencapaian tujuan pendidikan. Apabila drinci secara lebih mendetal terdapat tiga peranan yang dinilai sangat penting, yatu peranan knservatif, peranan kreatif dan peranan kritis/evaluatif (Oemar Hamalik, 1990).


1.         Peranan Konservatif
Bahwa kurikulum dapat dijadikan sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai-nilai warsan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada generasi muda, dalam hal ini para siswa. Peranan konservatif ini pada hakikatnya menempatkan kurikulum yang berorientasi ke masa lampau. Peranan ini sifatnya menjadi sangat mendasar, disesuaikan dengan kenyataan bahwa pendidikan [ada hakikatnya merupakan proses social. Salah satu tugas pendidikan yaitu memengaruhi dan membina perilaku siswa sesuai dengan nilai-nilai social yang hidup dilingkungan masyarakatnya.
2.         Peranan Kreatif
Bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan masa mendatang. Kurikulum harus mengandung hal-hal yang dapat membantu setiap siswa mengembangkan semua potensi yang ada pada dirinya untuk memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru, kemampuan-kemampuan baru, serta cara berfikir baru yang dibutuhkan dalam kehidupannya.
3.         Peranan Kritis dan Evaluatif
Bahwa nilai-nilai dan budaya yang hidup masyarakat senantiasa mengalami perubahan,sehingga  pewarisan nilai-nilai dan budaya masa lalu kepada siswa perlu disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang. Selain itu, perkembangan yang terjadi pada masa sekarang dan masa mendatang belum tentu sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, peranan kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan budaya yang ada atau menerapkan hasil perkembangan baru yang terjadi, melainkan juga memiliki peranan untuk menilai dan memilih nilai dan budaya serta pengetahuan baru yang akan diwariskan tersebut. Dalam hal ini, kurikulum harus  turut aktif berpartisipasi dalam control atau filter social. Nilai-nilai social yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dan tuntutan masa kini dihilangkan dan diadakan modifikasi atau penyempurnaan-penyempurnaan.
B.       Saran
Saran yang di sampaikan penulis agar dengan membaca makalah ini disarankan pada pembaca agar mengetahui tentang pentingnyan kurikulum dalam sistem pembelajaran di sekolah. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan makalah yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Tim Pengembang MKOP Kurikulum dan Pembelajaran, 2006. “Kurikulum dan Pembelajaran”. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.


0 komentar:

Posting Komentar

 

Reni Ariningsih Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review