BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sunyaragi
adalah nama suatu Cagar Budaya Indonesia yang unik. Sunyaragi berlokasi di
kelurahan Sunyaragi, Kesambi, Kota Cirebon dimana terdapat bangunan mirip candi
yang disebut sebagai Gua Sunyaragi atau Taman Air Sunyaragi atau sering disebut
sebagai Tamansari Sunyaragi. Nama “Sunyaragi” berasal dari kata “Sunya”
yang artinya sepi dan “Ragi” yang berarti raga, keduanya adalah bahasa
Sansekerta. Tujuan utama didirikannya gua tersebut adalah sebagai tempat
beristirahat dan meditasi para Sultan Cirebon dan keluarganya.
B. Rumusan Masalah
Dikarenakan
kajian masalah mengenai Sejarah Gua Sunyaragi ini sangat luas cakupannya, maka
kami membatasinya dalam sebuah rumusan masalah dengan tujuan pembahasan yang
dikaji tidak terlalu banyak bahasannya. Tetapi penulis ingin memaparkan
pembahasannya secara rinci dengan kemampuan dari penulis sendiri
Adapun rumusan masalah
tersebut adalah :
1. Sejarah
berdirinya Gua Sunyaragi
2. Arsitektur
Gua Sunyaragi
3. Bangunan-bangunan
yang ada di Gua Sunyaragi
C. Tujuan Penelitian
Penelitian
yang dilakukan oleh penulis tentunya memiliki tujuan tersendiri sehingga
mendorong penulis untuk melakukan penelitian tersebut. Adapun tujuan penelitian
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Untuk
memenuhi tugas Mata Pelajaran IPS
2. Untuk
mengetahui Sejarah Gua Sunyaragi
BAB
II
METODE
PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Dalam
merancang penelitian yang akan dilaksanakan, penulis menggunakan metode
observasi dan wawancara dan Tanya jawab untuk memperoleh data yang dibutuhkan
dari tempat penelitian. Adapun susunan kedua metode tersebut diuraikan sebagai
berikut :
1.
Observasi
Dalam penelitian yang dilaksanakan, penulis
menggunakan metode observasi, yakni dengan terjun langsung ke lapangan. Hal ini
dilakukan agar data yang diperoleh lebih akurat karena berasal langsung dari
narasumbernya. Observasi yang dilakukan penulis ini dilaksanakan pada :
Hari
|
: Senin
|
Tanggal
|
: 28 Mei 2012
|
Waktu
|
: 13. 00 WIB s/d
selesai
|
Tempat
|
: Cirebon Jawa Barat
|
2.
Wawancara
dan Tanya Jawab
Metode wawancara ini penulis gunakan untuk
mendapatkan data secara langsung dari narasumber yang memang merupakan ahlinya
dibidang Gua Sunyaragi. Yang menjadi narasumber dalam wawancara yang dilakukan
penulis tersebut yaitu :
Semua pekerja yang ada
di Gua Sunyaragi
BAB
III
PEMBAHASAN
A. Sejarah berdirinya Gua Sunyaragi
Sejarah
berdirinya Gua Sunyaragi memiliki dua buah versi, yang pertama adalah berita
lisan tentang sejarah berdirinya Gua Sunyaragi yang disampaikan secara turun-menurun
oleh bangsawan Cirebon atau keturunan keraton. Versi tersebut lebih dikenal
dengan sebutan versi Carub Kandha Versi yang kedua adalah versi Caruban Nagari
yaitu berdasarkan buku “Purwaka Caruban Nagari” tulisan tangan.
Pangeran
Kararangen tahun 1720. Namun sejarah berdirinya Gua Sunyaragi versi Caruban
Nagari berdasarkan sumber tertulislah yang digunakan sebagai acuan para pemandu
wisata Gua Sunyaragi yaitu tahun 1703 Masehi untuk menerangkan tentang sejarah
Gua Sunyaragi karena sumber tertulis memiliki bukti yang kuat daripada
sumber-sumber lisan. Kompleks Sunyaragi dilahirkan lewat proses yang teramat
panjang. Tempat ini beberapa kali mengalami perombakan dan perbaikan. Menurut
buku Purwaka Carabuna Nagari karya Pangeran Arya Carbon, Tamansari Gua
Sunyaragi dibangun pada tahun 1703 M oleh Pangeran Kararangen. Pangeran
Kararangen adalah nama lain dari Pangeran Arya Carbon.
Namun
menurut Caruban Kandha dan beberapa catatan dari Keraton Kesepuhan, Tamansari
dibangun karena pesanggrahan “Giri Nur Sapta Rengga” berubah fungsi menjadi
tempat pemakaman raja-raja Cirebon, yang sekarang dikenal sebagai Astana Gunung
Jati. Terutama dihubungkan dengan perluasan Keraton Pakungwati (sekarang
Keraton Kasepuhan Cirebon) yang terjadi pada tahun 1529 M, dengan pembangunan
tembok keliling keraton, Siti Inggil dan lain-lain. Sebagai data perbandingan,
Siti Inggil dibangun dengan ditandai candra sengkala “Benteng Tinataan Bata”
yang menunjuk angka 1529. Di kedua tempat itu juga terdapat persamaan, yakni
terdapat gapura “Candi Bentar” yang sama besar bentuk dan penggarapannya.
Pangeran Kararangem hanya membangun kompleks Gua Arga Jumut dan Mande Kemasan
saja.
B. Arsitektur Gua Sunyaragi
Gaya
Indonesia klasik atau Hindu dapat dilihat pada beberapa bangunan berbentuk Joglo.
Misalnya, pada bangunan Bale Kambang, Mande Beling dan Gedung Pesanggrahan,
bentuk gapura dan beberapa buah patung seperti patung gajah dan patung manusia
berkepala garuda yang dililit oleh ular. Seluruh ornamen bangunan yang ada
menunjukan adanya suatu sinkretsime budaya yang kuat berasal dari berbagai
dunia. Namun, umumnya dipengaruhi oleh gaya arsitektur Indonesia Klasik dan
Hindu.
Gaya
Cina terlihat pada (ukiran) bunga seperti bentuk bunga persik, bunga matahari
dan bunga teratai. Di beberapa tempat, dulu Gua Sunyaragi dihiasi berbagai
ornamen keramik Cina dibagian luarnya. Keramik-keramik itu sudah lama hilang
atau rusak sehingga tidak diketahui lagi coraknya yang pasti. Penempatan
keramik-keramik pada bangunan Mande Beling serta motif mega mendung seperti
pada kompleks bangunan Gua Arga Jumut memperlihatkan bahwa Gua Sunyaragi
mendapatkan pengaruh gaya arsitektur Cina. Selain itu ada pula kuburan Cina,
kuburan tersebut bukanlah kuburan dari seseorang keturunan Cina melainkan
merupakan sejenis monumen yang berfungsi sebagai tempat berdoa para keturunan
pengiring-pengiring dan pengawal-pengawal Putri Cina yang bernama Ong Tien Nio
atau Ratu Rara Sumanding yang merupakan istri dari Sunan Gunung jati.
Sebagai
peninggalan keratin yang dipimpin oleh Sultan yang beragama Islam, Gua
Sunyaragi dilengkapi pula oleh pola-pola arsitektur bargaya Islam atau Timur
Tengah. Misalnya relung-relung pada dinding beberapa bangunan, tanda-tanda
kiblat pada tiap-tiap persholatan atau musholah, adanya beberapa tempat wudhu
serta bentuk bangunan Bangsal Jinem yang menyerupai bentuk Kabah jika dilihat
dari sisi belakang Bangsal Jinem. Hal tersebut menjelaskan bahwa gaya
arsitektur Gua Sunyaragi juga mendapat pengaruh dari Timur Tengah atau Islam.
Gua
Sunyaragi didirikan ada zaman penjajahan Belanda sehingga gaya arsitektur
Belanda atau Eropa turut mempengaruhi gaya arsitektur Gua Sunyaragi. Tanda
tersebut dapat dilihat pada bentuk jendela yang terdapat pada bangunan
Kaputren, bentuk tangga berputar pada Gua Arga Jumut dan bentuk Gedung
Pesanggrahan.
Secara
visual, bangunan-bangunan di kompleks Gua Sunyaragi lebih banyak memunculkan
kesan sakral. Kesan sakral dapat
terlihat dengan adanya tempat bertapa seperti pada Gua Padang Ati dan
Gua Kelangenan, tempat sholat dan pawudon atau tempat untuk mengambil air
wudhu, lorong yang menuju ke Arab atau Cina yang terletak di dalam kompleks Gua
Arga Jumut dan lorong yang menuju ke Gunung Jati pada kompleks Gua Peteng. Di
depan pintu masuk Gua Peteng terdapat Patung Perawan Sunti.
Menurut
legenda masyarakat local, jika seorang gadis memegang patung tersebut maka ia
akan susah mendapatkan jodoh. Kesan sakral Nampak pula pada bentuk bangunan
Bangsal Jinem yang menyerupai bentuk Kabah jika dilihat dari sisi belakang
Bangsal Jinem. Selain itu ada pula patung Haji Balela yang menyerupai patung
Dewa Wisnu.
Pada
tahun 1997 pengelolaan Gua Sunyaragi diserahkan oleh pemerintah kepada pihak
Keraton Kasepuhan. Hal tersebut sangat berdampak pada kondisi fisik Gua Sunyaragi.
Kurangnya biaya pemeliharaan menyebabkan lokasi wisata Gua Sunyaragi lama
kelamaan makin terbengkalai.
C. Upaya Pemugaran
Tahun
1852 taman ini sempat diperbaiki karena pada tahun 1787 sempat dirusak Belanda.
Saat itu, taman ini menjadi benteng pertahanan. Tan Sam Cay seorang arsitek Cina, konon diminta Sultan Adiwijaya
untuk memperbaikinya. Namun, arsitek Cina itu ditangkap dan dibunuh karena
dianggap telah membocorkan rahasia Gua Sunyaragi kepada Belanda. Karena itu, di
kompleks Taman Sunyaragi juga terdapat patok tertulis “Kuburan Cina”.
Pemugaran
Tamansari Gua Sunyaragi pernah dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda pada
1937-1938. Pelaksanaannya diserahkan kepada seorang petugas Dinas Kebudayaan
Semarang. Namanya Krisjman. Ia hanya memperkuat kontruksi aslinya dengan
menambah tiang-tiang atau pilar bata penguat, terutama pada bagian atap
lengkung. Namun terkadang ia juga menghilangkan bentuk aslinya, apabila
dianggap membahayakan bangunan keseluruhan. Seperti terlihat di Gua Pengawal
dan sayap kanan-kiri antara Gedung Jinem dan Mande Beling.
Pemugaran
terakhir dilakukan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Sejarah dan Purbakala,
Direktorat Jendal Kebudayaan yang telah memugar Tamansari secara keseluruhan
dari tahun 1976 hingga 1984. Sejak itu tak ada lagi aktivitas pemeliharaan yang
serius pada kompleks ini.
Bangunan
tua ini hingga kini masih ramai dikunjungi orang, karena letaknya persis di
tepi jalan utama. Tempat parker lumayan luas, taman bagian depan mendapat
sentuhan baru untuk istirahat para wisatawan. Terdapat juga panggung budaya
yang digunakan untuk pementasan kesenian Cirebon. Namun keadaan panggung budaya
yang digunakan tersebut kini kurang terurus, penuh dengan tanaman liar. Kolam
di kompleks Tamansari pun kurang terurus dan airnya kotor.
D. Denah Kompleks Gua Sunyaragi
Kompleks
Tamansari Sunyaragi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu pesanggrahan dan
bangunan gua. Bagian pesanggrahan dilengkapi dengan serambi, ruang tidur, kamar
mandi, kamar rias, ruang ibadah dan dikelilingi oleh taman lengkap dengan
kolam. Bangunan gua-gua terbentuk gunung-gunungan, dilengkapi terowongan
penghubung bawah tanah dan saluran air. Bagian luar komplek bermotif batu
karang dan awan. Pintu gerbang luar berbentuk candi bentar dan pintu dalamnya
berbentuk paduraksa.
Induk
seluruh gua bernama Gua Peteng (Gua Gelap) yang digunakan untuk bersemedi.
Selain itu ada Gua Pande Kemasan yang khusus digunakan untuk bengkel kerja
pembuatan senjata sekaligus tempat penyimpanannya. Pembekalan dan makanan
prajurit disimpan di Gua Pawon. Gua Pengawal yang berada di bagian bawah untuk
tempat berjaga para pengawal. Saat Sulta menerima bawahan untuk bermufakat,
digunakan Bangsal Jinem, akan tetapi kala Sultan beristirahat di Mande Beling.
Sedang Gua Padang Ati (Hati Terang) khusus tempat bertapa para Sultan.
E. Denah Gua Sunyaragi
Walaupun
berubah-ubah fungsinya menurut kehendak penguasa pada zamannya, secara garis
besar Tamasari Sunyaragi adalah taman tempat para pembesar keratin dan prajurit
keratin bertapa untuk meningkatkan ilmu kanuragan. Bagian-bagian terdiri dari
12 antara lain :
1. Bangsal
Jinem, tempat sultan memberi wejangan sekaligus melihat prajurit berlatih;
2. Goa
Pengawal, tempat berkumpul para pengawal sultan;
3. Kompleks
Mande Kemasan (sebagian hancur);
4. Goa
Pande Kemasang, tempat membuat senjata tajam;
5. Goa
Simanyang, tempat pos penjagaan;
6. Goa
Langse, tempat bersantai;
7. Goa
Peteng, tempat nyepi untuk kekebalan tubuh;
8. Goa
Arga Jumut, tempat orang penting keraton;
9. Goa
Padang Ati, tempat bersemedi;
10. Goa
Kelanggengan, tempat bersemedi agar langgeng jabatan;
11. Goa
Lawa, tempat khusus kelelawar;
12. Goa
Pawon, dapur penyimpanan makanan.
BAB
IV
PENUTUP
Kesimpulan
Sejarah
berdirinya Gua Sunyaragi memiliki dua buah versi, yang pertama adalah berita
lisan tentang sejarah berdirinya Gua Sunyaragi yang disampaikan secara
turun-menurun oleh bangsawan Cirebon atau keturunan keraton. Versi tersebut
lebih dikenal dengan sebutan versi Carub Kandha Versi yang kedua adalah versi
Caruban Nagari yaitu berdasarkan buku “Purwaka Caruban Nagari” tulisan tangan.
Pangeran
Kararangen tahun 1720. Namun sejarah berdirinya Gua Sunyaragi versi Caruban
Nagari berdasarkan sumber tertulislah yang digunakan sebagai acuan para pemandu
wisata Gua Sunyaragi yaitu tahun 1703 Masehi untuk menerangkan tentang sejarah
Gua Sunyaragi karena sumber tertulis memiliki bukti yang kuat daripada
sumber-sumber lisan. Kompleks Sunyaragi dilahirkan lewat proses yang teramat
panjang. Tempat ini beberapa kali mengalami perombakan dan perbaikan. Menurut
buku Purwaka Carabuna Nagari karya Pangeran Arya Carbon, Tamansari Gua
Sunyaragi dibangun pada tahun 1703 M oleh Pangeran Kararangen. Pangeran
Kararangen adalah nama lain dari Pangeran Arya Carbon.
0 komentar:
Posting Komentar