Senin, 11 Februari 2013

Makalah Konsep Belajar

Diposting oleh Unknown di 06.28

A.  Konsep Belajar
Memahami konsep belajar secara utuh perlu digali lebih dulu bagaimana para pakar psikologi dan pakar pendidikan mengartikan konsep belajar. Pandangan kedua kelompok pakar tersebut sangat penting karena perilaku belajar merupakan ontologi keilmuan itu. Pakar psikologi melihat perilaku belajar sebagai proses psikologis individu dalam interaksinya dengan lingkungan secara alami, sedangkan pakar pendidikan melihat perilaku belajar sebagai peoses psikologis-pedagogis yang ditandai dengan adanya interaksi individu dengan lingkungan belajar yang sengaja diciptakan.
Menurut Bell-Gredler (1981:1) yang menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skill, and attitudes. Kemampuan (competencies), keterampilan (skill) dan  sikap (attitudes) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Rangkaian proses belajar itu dilakukan dalam bentuk keterlibatannya dalam pendidikan informal, keturutsertaannya dalam pendidikan formal dan/atau pendidikan nonformal. Kemampuan belajar inilah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.
Belajar sebagai proses manusiawi memiliki kedudukan dan peran penting, baik dalam kehidupan masyarakat tradisional maupun modern. Pentingnya peran belajar dapat dipahami dari traditional/local wisdom, filsafat, temuan penelitian dan teori tentang belajar. Traditional/local wisdom adalah ungkapan verbal dalam bentuk frasa, peribahasa, adagium, maksim, kata mutiara, petatah-petitih atau puisi yang mengandung makna eksplisit atau implisit tentang pentingnya belajar dalam kehidupan manusia. Sebagai contoh: Iqra bismirobbika ladzi kholaq (Bacalah alam semesta ini dengan nama tuhanmu); belajarlah sampai ke negeri cina sekalipun (Belajarlah tentang apa saja, dari siapa saja dan dimana saja).
Dalam pandangan yang lebih komprehensif konsep belejar dapat digali dari berbagai sumber seperti filsafat, penelitian empiris, kebajikan dan keindahan. Karna itu filsafat merupakan pandangan yang koheren dalam melihat hubungan manusia dengan alam semesta. Plato, dalam Bell-Gredler (1986: 14-16) meliat pengetahuan sebagai suatu yang ada dalam diri manusia dan dibawa lahir. Sementara itu Aristoteles melihat pengetahuan sebagai suatu yang ada dalam dunia fisik bukan dunia pikiran. Kedua kutub pandangan filosofis tersebut berimplikasi  pada pandangan tentang belajar. Bagui penganut filsafat idealisme hakekat realita terdapat dalam pikiran, sumber pengetahuan adalah ide dalam diri manusia, dan proses belajar adalah pengembangan ide yang telah ada dalam pikiran. Sedang bagi penganut realisme, realita terdapat dalam dunia fisik, sumber pengetahuan adalah pengalaman sensori, dan belajar merupakan kontak atau interaksi individu dan lingkungan fisik.
Dalam konteks pencpaian tujuan pendidikan nasional konsep belajar harus diletakkan secara subtantif-spikologis terkait pada seluruh esensi tujuan pendidikan nasional mulai dari iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Dengan kata lain konsep belajar yang secara konseptual bersifat content free atau bebas-isi secara operasional-kontekstual menjadi konsep yang bersifat content-based atau bermuatan. Oleh karena itu, konsep belajar dalam konteks tujuan pendidikan nasional harus dimaknai sebagai belajar untuk menjadi orang yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Karena pendidikan memiliki misi spiko pedagogic dan sosio pedagogic maka pengembangan pengetahuan, nilai-nilai dan sikap, serta keterampilan mengenai keberagaman dalam konteks beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

B.  Ciri-ciri Belajar
Dari semua pengertian tentang belajar, sangat jelas pada kita bahwa belajat tidak hanya berkenaan dengan jumlah pengetahuan tetapi juga meliputi seluruh kemampuan individu. Kedua prengertian terakhir tersebut memusatkan perhatiannya pada tiga hal.
Pertama, belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri individu. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek pengetahuan atau kognitif saja tetapi juga meliputi aspek sikap nilai (afektif) serta keterampilan (spikomotor).
Kedua, perubahan itu harus merupakan buah dari pengalaman. Perubahan perilaku yang terjadi pada diri individu karna adnya interaksi antara dirinya dan lingkungan. Interaksi ini dapat berupa interaksi fisik. Misalnya seorang anak akan mengetahui bahwa api itu panas setelah ia menyentuh api yang menyala pada lilin. Disamping melalui interaksi fisik, perubahan kemampuan tersebut dapat diperoleh melalui interaksi psikis. Contohnya, seorang akan berhati-hati saat menyebrang jalan setelah ia melihat adaorang yang tertabrak kendaraan. Perubahan kemampuan tersebut terbentuk karna adanya interaksi individu dan lingkungan. Begitu juga dengan kemampuan berjalan.
Ketiga, perubahan tersebut relatif menetap. Perubahan perilaku akibat obat-obatan, minuman keras, dan yang lainnya tidak dapat dikatagorikan sebagai perilaku hasil belajar. Seoarng altet yang dapat melakukan lompat galah melebihi rekor orang lain karena minum obat tidak dapat dikatagorikan sebagai hasil belajar. Perubahan tersebut tidak bersifat menetap. Perubahan perilaku akibat belajar akan bersifat cukup permanen.

C.  Jenis-jenis Belajar
Berkenaan dengan proses belajar yang terjadi pada diri siswa, Gagne (1985) mengemukakan delapan jenis belajar. Kedelapan jenis belajar tersebut adalah:
1.      Belajar Isyarat (Signal Learning)
Belajar melalui isyarat adalah melakukan atau tidak melakukan suatu karena adnya tanda atau isyarat. Misalnya berhenti berbicara ketika mendapat isyarat telunjut menyilang mulut sebagai tanda tidak boleh ribut; atau berhenti mengendarai sepeda motor di perempatan pada saat tanda lampu merah menyala.
2.      Belajar Stimulus-Respon (Stimulus-Response Learning)
Belajar stimulus-respon terjadi pada diri individu karena ada rangsangan dari luar. Misyalnya, menendang bola ketika ad bola didepan kaki, berbaris rapi karena ada komando, berlari ketika mendengar suara anjing menggonggong di belakang, dan sebagainya.
3.      Belajar Rangkaian (Chaining Learning)
Belajar rangkaian terjadi melalui perpaduan berbagai proses stimulus respon (S-R) yang telah dipelajari sebelumnya sehingga melahirkan pereilaku yang segera atau spontan seperti konsep merah-putih, panas-dingin, ibu-bapak, kaya-miskin, dan sebagainya.
4.      Belajar Asosiasi Verbal (Verbal Association Learning)
Belajar asosiasi verbal terjadi bila individu telah mengetahui sebutanbentuk dan dapat menakap makna yang bersifat verbal. Misalnya, perahu itu seperti badan itik atau kereta api seperti keluang (kaki seribu) atau wajahnya seperti bulan kesiangan.
5.      Belajar Membedakan (Discrimination Learning)
Belajar diskriminasi terjadi bila individu barhadapan dengan benda, suasana, atau pengalaman yang luas dan mencoba membeda-bedakan hal-hal yang jumlahnya banyak itu. Misalnya, membedakan jenis tumbuhan atas dasr urat daunnya, suku bangsa menurut tempat tinggalnya, dan negara menurut tingkat kemajuannya.
6.      Belajar Konsep (Concept Learning)
Belajar konsep terjadi bila individu menghadapi bernagai fakta atau data yang kemudian ditafsirkan kedalam suatu pengertian atau makna yang abstrak. Misalnya, binatang, tumbuhan, dan manusia termasuk makhluk hidup; negara-negara maju termasuk developed-countries; aturan-aturan yang mengatur hubungan antar-negara termasuk hukum internasional.
7.      Belajar Hukum dan Aturan (Rule Learning)
Belajar aturan/hukum terjadi bila individu menggunakan beberapa rangkaian peristiwa atau perangkat data yang terdahulu atau yang diberikan sebelumnya dan menerapkannyaatau menarik kesimpulan dari data tersebut menjadi suatu aturan. Misalnya, ditemukan bahwa benda memuai bila dipanaskan, iklim suatu tempat dipengaruhi oleh tempat kedudukan geografi dan astronami di muka bumi, harga dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan, dan sebagainya.
8.      Belajar Pemecahkan Masalah (Problem Solving Learning)
Belajar pemecahan masalah terjadi bila individu menggunakan berbagai konsep atau prinsip untuk menjawab suatu pertanyaan. Misalnya, mengapa harga bahan bakar minyak naik, mengapa minat masuk perguruan tinggi  menurun, proses pemecahan masalahselalu bersegi jamak dan satu sama lain saling berkaitan.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Reni Ariningsih Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review