A. Konsep Belajar
Memahami
konsep belajar secara utuh perlu digali lebih dulu bagaimana para pakar
psikologi dan pakar pendidikan mengartikan konsep belajar. Pandangan kedua
kelompok pakar tersebut sangat penting karena perilaku belajar merupakan
ontologi keilmuan itu. Pakar psikologi melihat perilaku belajar sebagai proses
psikologis individu dalam interaksinya dengan lingkungan secara alami,
sedangkan pakar pendidikan melihat perilaku belajar sebagai peoses
psikologis-pedagogis yang ditandai dengan adanya interaksi individu dengan
lingkungan belajar yang sengaja diciptakan.
Menurut
Bell-Gredler (1981:1) yang menyatakan bahwa belajar adalah proses yang
dilakukan manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skill, and attitudes. Kemampuan (competencies), keterampilan (skill)
dan sikap (attitudes) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan
mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang
hayat. Rangkaian proses belajar itu dilakukan dalam bentuk keterlibatannya
dalam pendidikan informal, keturutsertaannya dalam pendidikan formal dan/atau
pendidikan nonformal. Kemampuan belajar inilah yang membedakan manusia dari
makhluk lainnya.
Belajar
sebagai proses manusiawi memiliki kedudukan dan peran penting, baik dalam
kehidupan masyarakat tradisional maupun modern. Pentingnya peran belajar dapat
dipahami dari traditional/local wisdom,
filsafat, temuan penelitian dan teori tentang belajar. Traditional/local wisdom adalah ungkapan verbal dalam bentuk frasa,
peribahasa, adagium, maksim, kata mutiara, petatah-petitih atau puisi yang
mengandung makna eksplisit atau implisit tentang pentingnya belajar dalam
kehidupan manusia. Sebagai contoh: Iqra
bismirobbika ladzi kholaq (Bacalah alam semesta ini dengan nama tuhanmu);
belajarlah sampai ke negeri cina sekalipun (Belajarlah tentang apa saja, dari
siapa saja dan dimana saja).
Dalam
pandangan yang lebih komprehensif konsep belejar dapat digali dari berbagai
sumber seperti filsafat, penelitian empiris, kebajikan dan keindahan. Karna itu
filsafat merupakan pandangan yang koheren dalam melihat hubungan manusia dengan
alam semesta. Plato, dalam Bell-Gredler (1986: 14-16) meliat pengetahuan
sebagai suatu yang ada dalam diri manusia dan dibawa lahir. Sementara itu Aristoteles
melihat pengetahuan sebagai suatu yang ada dalam dunia fisik bukan dunia
pikiran. Kedua kutub pandangan filosofis tersebut berimplikasi pada pandangan tentang belajar. Bagui
penganut filsafat idealisme hakekat realita terdapat dalam pikiran, sumber pengetahuan
adalah ide dalam diri manusia, dan proses belajar adalah pengembangan ide yang
telah ada dalam pikiran. Sedang bagi penganut realisme, realita terdapat dalam
dunia fisik, sumber pengetahuan adalah pengalaman sensori, dan belajar
merupakan kontak atau interaksi individu dan lingkungan fisik.
Dalam
konteks pencpaian tujuan pendidikan nasional konsep belajar harus diletakkan
secara subtantif-spikologis terkait pada seluruh esensi tujuan pendidikan
nasional mulai dari iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab. Dengan kata lain konsep belajar yang secara
konseptual bersifat content free atau bebas-isi secara operasional-kontekstual
menjadi konsep yang bersifat content-based atau bermuatan. Oleh karena itu,
konsep belajar dalam konteks tujuan pendidikan nasional harus dimaknai sebagai
belajar untuk menjadi orang yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Karena pendidikan memiliki
misi spiko pedagogic dan sosio pedagogic maka pengembangan pengetahuan,
nilai-nilai dan sikap, serta keterampilan mengenai keberagaman dalam konteks
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
B. Ciri-ciri Belajar
Dari
semua pengertian tentang belajar, sangat jelas pada kita bahwa belajat tidak
hanya berkenaan dengan jumlah pengetahuan tetapi juga meliputi seluruh
kemampuan individu. Kedua prengertian terakhir tersebut memusatkan perhatiannya
pada tiga hal.
Pertama,
belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri individu.
Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek pengetahuan atau kognitif saja tetapi
juga meliputi aspek sikap nilai (afektif) serta keterampilan (spikomotor).
Kedua,
perubahan itu harus merupakan buah dari pengalaman. Perubahan perilaku yang
terjadi pada diri individu karna adnya interaksi antara dirinya dan lingkungan.
Interaksi ini dapat berupa interaksi fisik. Misalnya seorang anak akan
mengetahui bahwa api itu panas setelah ia menyentuh api yang menyala pada
lilin. Disamping melalui interaksi fisik, perubahan kemampuan tersebut dapat
diperoleh melalui interaksi psikis. Contohnya, seorang akan berhati-hati saat
menyebrang jalan setelah ia melihat adaorang yang tertabrak kendaraan.
Perubahan kemampuan tersebut terbentuk karna adanya interaksi individu dan
lingkungan. Begitu juga dengan kemampuan berjalan.
Ketiga,
perubahan tersebut relatif menetap. Perubahan perilaku akibat obat-obatan,
minuman keras, dan yang lainnya tidak dapat dikatagorikan sebagai perilaku
hasil belajar. Seoarng altet yang dapat melakukan lompat galah melebihi rekor
orang lain karena minum obat tidak dapat dikatagorikan sebagai hasil belajar.
Perubahan tersebut tidak bersifat menetap. Perubahan perilaku akibat belajar
akan bersifat cukup permanen.
C. Jenis-jenis Belajar
Berkenaan
dengan proses belajar yang terjadi pada diri siswa, Gagne (1985) mengemukakan delapan
jenis belajar. Kedelapan jenis belajar tersebut adalah:
1. Belajar
Isyarat (Signal Learning)
Belajar
melalui isyarat adalah melakukan atau tidak melakukan suatu karena adnya tanda
atau isyarat. Misalnya berhenti berbicara ketika mendapat isyarat telunjut
menyilang mulut sebagai tanda tidak boleh ribut; atau berhenti mengendarai
sepeda motor di perempatan pada saat tanda lampu merah menyala.
2. Belajar
Stimulus-Respon (Stimulus-Response Learning)
Belajar
stimulus-respon terjadi pada diri individu karena ada rangsangan dari luar.
Misyalnya, menendang bola ketika ad bola didepan kaki, berbaris rapi karena ada
komando, berlari ketika mendengar suara anjing menggonggong di belakang, dan
sebagainya.
3. Belajar
Rangkaian (Chaining Learning)
Belajar
rangkaian terjadi melalui perpaduan berbagai proses stimulus respon (S-R) yang
telah dipelajari sebelumnya sehingga melahirkan pereilaku yang segera atau
spontan seperti konsep merah-putih, panas-dingin, ibu-bapak, kaya-miskin, dan
sebagainya.
4. Belajar
Asosiasi Verbal (Verbal Association Learning)
Belajar
asosiasi verbal terjadi bila individu telah mengetahui sebutanbentuk dan dapat
menakap makna yang bersifat verbal. Misalnya, perahu itu seperti badan itik
atau kereta api seperti keluang (kaki seribu) atau wajahnya seperti bulan
kesiangan.
5. Belajar
Membedakan (Discrimination Learning)
Belajar
diskriminasi terjadi bila individu barhadapan dengan benda, suasana, atau
pengalaman yang luas dan mencoba membeda-bedakan hal-hal yang jumlahnya banyak
itu. Misalnya, membedakan jenis tumbuhan atas dasr urat daunnya, suku bangsa
menurut tempat tinggalnya, dan negara menurut tingkat kemajuannya.
6. Belajar
Konsep (Concept Learning)
Belajar
konsep terjadi bila individu menghadapi bernagai fakta atau data yang kemudian
ditafsirkan kedalam suatu pengertian atau makna yang abstrak. Misalnya,
binatang, tumbuhan, dan manusia termasuk makhluk hidup; negara-negara maju
termasuk developed-countries; aturan-aturan yang mengatur hubungan antar-negara
termasuk hukum internasional.
7. Belajar
Hukum dan Aturan (Rule Learning)
Belajar
aturan/hukum terjadi bila individu menggunakan beberapa rangkaian peristiwa
atau perangkat data yang terdahulu atau yang diberikan sebelumnya dan
menerapkannyaatau menarik kesimpulan dari data tersebut menjadi suatu aturan. Misalnya,
ditemukan bahwa benda memuai bila dipanaskan, iklim suatu tempat dipengaruhi
oleh tempat kedudukan geografi dan astronami di muka bumi, harga dipengaruhi
oleh penawaran dan permintaan, dan sebagainya.
8. Belajar
Pemecahkan Masalah (Problem Solving Learning)
Belajar
pemecahan masalah terjadi bila individu menggunakan berbagai konsep atau
prinsip untuk menjawab suatu pertanyaan. Misalnya, mengapa harga bahan bakar
minyak naik, mengapa minat masuk perguruan tinggi menurun, proses pemecahan masalahselalu
bersegi jamak dan satu sama lain saling berkaitan.
0 komentar:
Posting Komentar